Menyedihkan membaca pengumuman BSA ketika Zaid Adnan, Kepala Perwakilan BSA di Indonesia, mengumumkan BSA The Software Alliance menawarkan imbalan menarik bagi para pelapor adanya pembajakan software.
Dikatakan Zain Adnan, pembajakan software adalah sebuah masalah serius yang tidak hanya menghambat pertumbuhan ekonomi suatu negara. Ini juga merugikan industri perangkat lunak yang dapat digunakan untuk menciptakan lapangan kerja baru, atau diinvestasikan kembali dalam bentuk riset dan pengembangan.
Berbagai cara telah dilakukan untuk meningkatkan upaya penegakan hukum menggunakan software berlisensi, termasuk bekerja sama dengan aparat kepolisian melakukan razia software bajakan di berbagai lokasi.
“Banyak pelaku bisnis yang kurang memahami pentingnya menggunakan software berlisensi, sehingga menempatkan bisnis mereka dalam risiko hukum dan mempertaruhkan kualitas produknya,” ujarnya dalam keterangan kepada detikINET, Kamis (9/5/2013).
Nah ini problemnya, selain menggandeng aparat kepolisian, BSA juga ingin melibatkan masyarakat agar melek software berlisensi. Untuk itu, BSA mengiming-imingi masyarakat yang melaporkan pengguna software tidak berlisensi dengan imbalan Rp 100.000.000,- diberikan bagi pemberi informasi tentang perusahaan pengguna perangkat bajakan atau tidak berlisensi yang dimiliki anggota BSA dalam kurun waktu tertentu.
Saya menjadi heran, setelah sekian tahun berjalan, BSA masih saja memakai cara yang sama dengan bertahun-tahun yang lalu. Padahal, sudah jelas karena keengganan para pengguna piranti lunak berurusan dengan persoalan hukum, banyak yang telah mengganti dengan piranti Open Source dari yang sederhana hingga yang paling populer saat ini seperti Android.
Padahal, masih banyak cara yang selama ini memang belum ditempuh para anggota BSA; seperti Biaya Pemutihan dengan harga khusus; dimana ini juga sebagai cara mendeteksi siapa saja pengguna perangkat lunak, dan disana peran semusim akan memanen versi Upgrade bertahun kemudian.
Ada lagi cara dengan memberikan bimbingan edukasi, layanan purna jual yang selama ini memang tidak pernah diberikan secara aktual oleh para produsen, apalagi para pembeli perangkat yang masuk kategori OEM. Intinya semua tambahan agar masyarakat pengguna merasakan tidak mahal perangkat lunak yang dibeli dari para prinsipal tadi karena diberikan semua fasilitas tersebut.
Belum lagi kalau melihat persoalan lain dengan adanya memberikan ”kekuasaan” kepada siapa saja untuk melaporkan ke BSA, akan terbuka peluang segala bentuk ancaman kepada siapa saja. Bahkan saya khawatirkan mereka-mereka yang bekerja menjadi ”Pemalak kerah putih” kepada perusahaan-perusahaan yang kurang paham berbagai aturan Software Licensing yang ”njlimet” (jw=ruwet membingungkan) tersebut.
Apa yang dikatakan Zain Adnan, bahwa pembajakan software adalah sebuah masalah serius yang menghambat pertumbuhan ekonomi suatu negara; menjadi pertanyaan adalah negara yang mana ? Juga dikatakan; merugikan industri perangkat lunak yang dapat digunakan untuk menciptakan lapangan kerja baru, seberapa besar jika dibandingkan dengan penggunaan Open Source yang de Facto sama-sama tidak memiliki dukungan purna jual yang memadai ?
Gerakan Open Source justru muncul dari perangkat Gadget yang saat ini menguasai lebih dari 50% perangkat tersebut di seluruh dunia. Tablet dan Smartphone secara perlahan menduduki peringkat satu pertumbuhan produk IT dan penggunaan OS Android produk Google itu telah mengurangi pangsa pasar PC secara signifikan. Ke depan, era MID (Mobile Internet Device) ini akan semakin menjadi Trendsetter dan Kelompok BSA hanya akan menjadi pengais segmen pasar yang tipis jika tetap pada cara yang sama didalam mengembangkan pangsa pasarnya tersebut….***
Catatan: Huruf merah tidak ada di KR.
Dimuat di SKH Kedaulatan Rakyat, 15 Juli 2013, Halaman 16 Kolom DIGITAL – Rubrik DIGITAL
Sumber :
Tinggalkan komentar